Lika-Liku Jalanan



Tingginya pertumbuhan penduduk di Indonesia, mendorong frekuensi mobilitas barang dan orang makin membubung. Pergerakan orang mulai dari keperluan pendidikan, bekerja, hingga berinteraksi sosial kian meruak. Tentu amat signifikan bedanya jika dibandingkan pergerakan penduduk sebanyak 250 juta pada tahun 2015 dengan tahun 1971 yang jumlah penduduknya baru sekitar 76 juta.
Jumlah penduduk yang wara-wiri kian tinggi, beban jalan kian bertambah. Artinya, para penyelenggara jalan harus punya kinerja yang mampu mengimbangi pertumbuhan tersebut.
Beban jalan pun kian berat manakala pertumbuhan jumlah kendaraan bak bola salju. Terus bergulir. Terus bertambah. Kini, pada 2015, sedikitnya ada 120 juta kendaraan bermotor di Indonesia. Bandingkan dengan jumlah kendaraan yang baru sekitar 7,98 juta unit pada tahun 1987.
Industri otomotif yang kian agresif menyasar konsumen di Indonesia berujung pada tingginya penjualan kendaraan. Produsen berlomba-lomba menambah kapasitas produksi. Lazimnya para pebisnis, kian tinggi permintaan pasar, para produsen menggenjot kapasitas terpasang.
Permintaan kendaraan juga ditopang oleh membaiknya daya beli masyarakat Indonesia. Selain, jurus para produsen otomotif yang menggandeng perusahaan pembiayaan. Kemudahan yang diberikan oleh perbankan atau lembaga pembiayaan untuk proses pembelian kendaraan juga punya andil cukup besar atas meruaknya penjualan kendaraan. Sekadar ilustrasi, sekitar 60-70% pembelian kendaraan memanfaatkan sistem kredit.
Dari total konsumen yang membeli dengan pola kredit, hanya minoritas yang memakai skema uang muka (down payment) 20%. Sebagian besar, sekitar 70% konsumen yang membeli dengan pola kredit menggunakan fasilitas uang muka di bawah 10%. Artinya, jika harga mobil Rp 100 juta per unit, uang muka yang disetorkan cukup Rp 10 juta. Sedangkan untuk sepeda motor, jika harga per unitnya Rp 10 juta, uang muka yang disediakan cukup Rp 1 juta. Bahkan, khusus untuk sepeda motor, ada jurus diskon uang muka, sehingga konsumen hanya cukup merogoh kocek Rp 500 ribu, sepeda motor sudah boleh dibawa pulang ke rumah.
Di luar persoalan beban jalan yang kian berat akibat tingginya laju kendaraan, infrastruktur jalan juga berkontribusi terhadap kecelakaan lalu lintas jalan. Faktor pemicu utama kecelakaan masih pada perilaku pengguna jalan. Sekalipun kontribusi faktor jalan berkisar 10-20% terhadap total kecelakaan tersebut, sudah selayaknya menjadi perhatian serius bagi para penyelenggara jalan. Maklum, kecelakaan juga punya imbas ke sendi-sendi perekonomian. Selain berdampak kepada masalah sosial masyarakat.

 Tahun 2014, setiap hari ada sekitar 263 kasus kecelakaan di seluruh Indonesia. Sedikitnya rata-rata korban tewas mencapai 78 orang per hari dan ratusan lainnya luka-luka. Pemerintah menargetkan fatalitas kecelakaan lalu lintas jalan baru bisa ditekan hingga 80% pada 2025. 


Langkah untuk itu perlu ditempuh secara bahu membahu, termasuk pembenahan di infrastruktur jalan. Kondisi jalan yang bisa memicu kecelakaan di antaranya adalah jalan bergelombang, berlubang, dan jalan rusak yang berpasir dan berkerikil.
Kecelakaan membawa dampak cukup signifikan bagi Indonesia. Sepuluh tahun tahun terakhir, sekitar 230 ribu korban jiwa akibat kecelakaan di jalan. Sedangkan kerugian langsung dan tidak langsung menyentuh angka Rp 200 triliun per tahun. Sudah sepatutnya, para penyelenggara jalan menyediakan infrastruktur jalan yang aman dan selamat. Pasti bisa.

Boy Warrior

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram